Download

Senin, 28 Februari 2011

NON HOTGKIN LIMPOMA

NON HOTGKIN LIMPOMA
A.  Pengertian
Limpoma malignum merupakan salah satu di antara 10 jenis kanker yang tersering ditemukan di Indonesia. Kanker dibagi atas dua kelompok besar yaitu a) penyakit Hodgkin, b) limfoma non-Hodgkin. Penyakit Hodgkin jarang ditemukan di Indonesia karena itu pada kesempatan ini akan dibahas limpoma nonHodgkin saja. Karena termasuk salah satu di antara sekitar 10 jenis kanker yang dapat disembuhkan maka limfoma non-Hodgkin perlu dikenali oleh dokter yang bertugas di fasilitas kesehatan terdepan agar dapat dirujuk pada stadium yang dini ke rumah sakit dengan fasilitas yang memungkinkan penatalaksanaan penderita.
Limpoma non-Hodgkin adalah kanker dari kelenjar getah bening karena itu mudah menjalar ke tempat-tempat lain disebabkan kelenjar getah bening dihubungkan satu dengan yang lain oleh saluran-saluran getah bening.Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari sel NK (“natural killer”) yang berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. LNH merupakan kumpulan penyakit keganasan heterogen yang mempengaruhi sistem limfoid: 80% berasal dari sel B dan yang lain dari sel T. Pada LNH sebuah sel limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH sel B memiliki imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya.



B. Jenis Limpoma
Menurut golongan histologisnya limfoma dibagi atas 3 kelompok besar yaitu :
1. LNH derajat keganasan rendah
2. LNH derajat keganasan menengah
3. LNH derajat keganasan tinggi
LNH derajat keganasan rendah tidak harus diobati sedangkan LNH derajat keganasan mencngah dan tinggi harus segera diobati karena dapat menimbulkan kematian dalam beberapa bulan saja. Karena itu pcncntuan golongan histologis dan stadium penyakit merupakan hal yang tcrpcnting dalam penatalaksanaan penderita limfoma non-Hodgkin.

Limfoma non Hodgkin indolen
Limfoma non Hodgkin agresif
Proporsi
40% – 50%
50% – 60%
Pertumbuhan
Lambat
Cepat
Penjelasan
Sering tidak kelihatan gejala pada saat diagnosis; diagnosis bisa kapan saja dalam berbagai kasus
Gejala kelihatan sebelum diagnosa
Pengobatan
Kadang tidak butuh secepatnya
Biasanya butuh secepatnya
Outcome
Respon baik terhadap pengobatan, namun kadang bisa kambuh
Respon sangat baik terhadap pengobatan, lebih mudah disembuhkan
Tabel : perbedaan antara LNH indolen dan agresif.

C. Etiologi
           Etiologi sebagian besar LNH tidak diketahui. Namun terdapat beberapa faktor resiko terjadinya LNH antara lain :
1     ImunoDefisiensi: 25% kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah: severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich syndrome, dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubungkan pula dengan Epstein-Barr virus (EBV) dan jenisnya beragam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B hingga limfoma monoklonal.
2     Agen Infeksius: EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkitt endemik, dan lebih jarang ditemukan pada limfoma Burkitt sporadik. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkitt ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkitt belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang terinfeksi EBV dan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan genetik. EBV juga dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative disorders (PTLDs) dan AIDS-associated lymphomas.
3     Paparan Lingkungan dan Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
4     Diet dan Paparan Lainnya: Resiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan ultraviolet.1
5      Abnormalitas sitogenetik, seperti translokasi kromosom.

D. Gambaran Klinis
1       Pembesaran kelenjar limfe yang tidak nyeri
2       Splenomegali
3       Dapat timbul komplikasi saluran cerna
4       Nyeri punggung dan leher disertai hiperrefleksia
5       Kelelahan (keluhan anemia)
6       Demam (38°C 1 minggu tanpa sebab)
7       Keringat malam
8       Penurunan berat badan (10% dalam waktu 6 bulan)

E.  Stadium Penyakit
Stadium berarti mendefinisikan tingkat perluasan LNH dalam tubuh. Sistem Ann Arbor, yang berpengaruh pada prognosis, biasanya digunakan untuk mendefinisikan stadium. Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum pengobatan dan setiap lokasi jangkitan harus didata dengan cermat, digambar secara skematik dan didata tidak hanya jumlah namun juga ukurannya. Hal ini sangat penting dalam menilai hasil pengobatan.
Stadium Berdasarkan Kesepakatan Ann Arbor1
Stadium
Keterangan
I
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya 1 regio
I E: jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik tidak difus / batas tegas
II
Pembesaran 2 regio KGB atau lebih, tetapi masih satu sisi diafragma
II 2: pembesaran 2 regio KGB dalam satu sisi diafragma
II 3: pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma
II E: pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi diafragma dan 1 organ ekstra limfatik tidak difus / batas tegas
III
Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma
IV
Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi secara difus
F.  Penatalaksanaan
1    Kemoterapi dengan banyak obat (Siklofosfamid, Klorambusil, Rituximab, Fludarabin)
2    Antibiotik untuk mencegah infeksi
3    Transfusi untuk mengatasi anemia
4    Pencangkokan sumsum tulang dapat diusahakan untuk jenis-jenis leukemia tertentu
5    Terapi untuk leukemia kronik mungkin lebih konservatif
6    Terapi yang dijelaskan di atas dapat menimbulkan gejala yaitu peningkatan depresi sumsum tulang lebih lanjut, mual dan muntah.
      Derajat keganasan rendah
  • Kemotreapi obat tunggal atau ganda, peroral
  • Radioterapi paliatif
      Derajat keganasan menengah
  • Stadium I – IIa : radioterapi atau kemoterapi parenteral kombinasi
  • Stadium IIb – IV : kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk tujuan paliatif
      Derajat keganasan tinggi
  • Selalu kemoterapi parenteral kombinasi (lebih agresif)
  • Radioterapi hanya berperan untuk tujuan paliatif

G. Komplikasi
1    Akibat langsung penyakitnya
2    Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
3    Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
4    Akibat efek samping pengobatan
5    Aplasia sumsum tulang
6    Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
7    Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
8    Neuritis oleh obat vinkristin



Tidak ada komentar:

Posting Komentar