GANGGUAN MOBILITAS PADA LANSIA
A. Definisi
Imobilisasi
adalah ketidak mampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit
atau impairment (gangguan pada alat/ organ tubuh) yang bersifat fisik atau
mental. Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan
tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada
munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini
dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi
dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping
mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh.
Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system
respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara
(ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh.
(Lindgren et al. 2004)
B. Penyebab
Berbagai kondisi dapat menyebabkan
terjadinya imobilisasi, sebagai contoh:
1. Gangguan sendi dan tulang:
2. Penyakit rematik seperti pengapuran
tulang atau patah tulang tentu akan menghambat pergerakan (mobilisasi)
3. Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan
gangguan sarap Penyakit jantung atau pernafasan.
4. Gangguan penglihatan
5. Masa penyembuhan
C. Akibat
Imobilisasi
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai
masalah sebagai berikut:
1. Infeksi saluran kemih
2. Sembelit
3. Infeksi paru
4. Gangguan aliran darah
5. Luka tekan sendi kaku
D. Faktor-Faktor
Internal
Faktor-faktor
internal yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas.
1. Penurunan fungsi musculoskeletal :
Otot-otot (atrofi, distrofi, atau
cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomastia),
sendi (arthritis dan tumor), atau kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan).
2. Perubahan fungsi neurologist :
Infeksi (mis; ensefalitis), tumor,
trauma, obat-obatan, penyakit vascular (mis; stroke), penyakit degenerative
(mis; penyakit parkinson), penyakit demielinasi (mis; sklerosis multipel),
terpajan produk racun (mis; karbon monoksida), gangguan metabolic (mis;
hipoglikemia), atau gangguan nutrisi.
3. Nyeri :
Penyebab multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis
dan trauma.
4. Defisit perceptual :
Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori
5. Berkurangnya kemampuan kognitif :
6. Jatuh :
Efek fisik : cedera atau faktur
Efek psikologis : sindrom setelah jatuh
7. Perubahan hubungan social
Faktor-faktor actual ; (mis ;
kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau teman-teman)
Faktor-faktor persepsi (mis; perubahan pola pikir seperti
depresi)
8. Aspek psikologis:
Ketidakberdayaan dalam belajar, depresi
E. Faktor-Faktor
Eksternal
Faktor-faktor
eksternal yang berperan terhadap imobilitas :
1. Program terapeutik
2. Karakteristik penghuni institusi
3. Karakteristik staf
4. Sistem pemberian asuhan keperawatan
5. Hambatan-hambatan
6. Kebijakan-kebijakan institusi
F. Pemeriksaan
Fisik
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya
deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor
tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam
kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada
titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral
tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang
belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang
belakang bagian pinggang berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif
maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan
sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan
otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk
mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur
dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain.
Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal
(mis. cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar –
penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya
suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema.
Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan
waktu pengisian kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien
a)
KATZ
Indeks
Termasuk katagori yang mana:
1)
Mandiri
dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi ke toilet,
berpindah,dan mandi.
2)
Mandiri
semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
3)
Mandiri,
kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
4)
Mandiri,
kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
5)
Mandiri,
kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
6)
Mandiri,
kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.
7)
Ketergantungan
untuk semua fungsi diatas.
Keterangan:
Mandiri:
berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,
meskipun dianggap mampu.
b)
Indeks
ADL BARTHEL (BAI)
NO
|
FUNGSI
|
SKOR
|
KETERANGAN
|
1
|
Mengendalikan rangsang pembuangan tinja
|
0
1
2
|
Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar).
Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu).
Terkendali teratur.
|
2
|
Mengendalikan rangsang berkemih
|
0
1
2
|
Tak terkendali atau pakai kateter
Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam)
Mandiri
|
3
|
Membersihkan diri (seka muka, sisir rambut, sikat gigi)
|
0
1
|
Butuh pertolongan orang lain
Mandiri
|
4
|
Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan,
memakai celana, membersihkan, menyiram)
|
0
1
2
|
Tergantung pertolongan orang lain
Perlu pertolonganpada beberapa kegiatan tetapi dapat
mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain.
Mandiri
|
5
|
Makan
|
0
1
2
|
Tidak mampu
Perlu ditolong memotong makanan
Mandiri
|
6
|
Berubah sikap dari berbaring ke duduk
|
0
1
2
3
|
Tidak mampu
Perlu banyak bantuan untuk bias duduk
Bantuan minimal 1 orang.
Mandiri
|
7
|
Berpindah/ berjalan
|
0
1
2
3
|
Tidak mampu
Bisa (pindah) dengan kursi roda.
Berjalan dengan bantuan 1 orang.
Mandiri
|
8
|
Memakai baju
|
0
1
2
|
Tergantung orang lain
Sebagian dibantu (mis: memakai baju)
Mandiri.
|
9
|
Naik turun tangga
|
0
1
2
|
Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri
|
10
|
Mandi
|
0
1
|
Tergantung orang lain
Mandiri
|
TOTAL
SKOR
Skor
BAI :
20 :
Mandiri
12-19
: Ketergantungan ringan
9-11 :
Ketergantungan sedang
5-8 :
Ketergantungan berat
0-4 :
Ketergantungan total
G. Pemeriksaan
Penunjang
1. Sinar –X tulang menggambarkan
kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography)
menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan
untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit
dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet,
gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor
atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
4. Pemeriksaan Laboratorium:
5. Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi
lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
H. Manifestsi
Klinis :
Dampak
fisiologis dari imobilitas dan ketidakefektifan
Efek
|
Hasil
|
1.
Penurunan
konsumsi oksigen maksimum
2.
Penurunan
fungsi ventrikel kiri
3.
Penurunan
curah jantung
4.
Penurunan
volume sekuncup
5.
Peningkatan
katabolisme protein
6.
Peningkatan
pembuangan kalsium
7.
Perlambatan
fungsi usus
8.
Pengurangan
miksi
9.
Gangguan
tidur
10.
Gangguan
metabolisme glukosa
11.
Penurunan
ukuran thoraks
12.
Penurunan
aliran darah pulmonal
13.
Penurunan
cairan tubuh total
14.
Gangguan
sensori
|
1. Intoleransi ortostatik
2. Peningkatan denyut jantung, sinkop
3. Penurunan toleransi latihan
4. Penurunan kapasitas kebugaran
5. Penurunan massa otot tubuh, atrofi
muscular
6. Osteoporosis disuse
7. Konstipasi
8. Penurunan evakuasi kandung kemih
9. Bermimpi pada siang hari, halusinasi
10. Intoleransi glukosa
11. Penurunan kapasitas fungsional
residual
12. Atelektasis, penurunan PO2 ,
peningkatan PH
13. Penurunan volume plasma, penurunan
keseimbangan natrium
14. Perubahan kognisi, depresi, dan
ansietas, perubahan persepsi
|
I. Penatalaksanaan
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer
merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan episodic. Sebagai
suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas
tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal.
Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan
masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.
a.
Hambatan
terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam
latihan secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social
yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya
hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk) depresi
gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan
termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak
mendukung.
b.
Pengembangan
program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual,
diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk
memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan
efek latihan.
Ketika
klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang
factor-faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan
dan meningkatkan pengalaman;
1) Aktivitas sat ini dan respon
fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan setelah aktivitas diberikan)
2) Kecenderungan alami (predisposisi atau
penngkatan kearah latihan khusus)
3) Kesulitan yang dirasakan
4) Tujuan dan pentingnya lathan yang
dirasakan
5) Efisiensi latihan untuk dirisendiri
(derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil)
c.
Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan
diterima oleh lien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan.
Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang
terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.
2.
Pencegahan
Sekunder
Spiral menurun yang
terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau dicegah
dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu
pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan
terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada
pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawaqtan
dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik.
a.
Kontraksi
Otot Isometrik
Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa
mengubah panjang otot yang menggerakkan sendi. Kontraksi-kontraksi ini
digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam keadaan
berdiri (misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal dan gluteal) dan untuk
memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa penyakit
kardiovaskuler. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara bergantian
mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot.
b.
Kontraksi Otot Isotonik
Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk
mempertahankan kekuatan otot-otot dan tulang. Kontraksi ini mengubah panjang
otot tanpa mengubah tegangan. Karena otot-otot memendek dan memanjang, kerja
dapat dicapai. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada saat berada di tempat
tidur, dengan tungkai menggantung di sisi tempat tidur, atau pada saat duduk di
kursi dengan cara mendorong atau menarik suatu objek yang tidak dapat bergerak.
Ketika tangan atau kaki dilatih baik otot-otot fleksor dan ekstensor harus
dilibatkan.
c.
Latihan
Kekuatan
Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang
progresif. Kekuatan otot harus menghasilkan peningkatan setelah beberapa waktu.
Latihan angkat berat dengan meningkatkan pengulangan dan berat adalah aktivitas
pengondisian kekuatan. Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot serta
mencegah kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam tubuh.
d.
Latihan
Aerobik
Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan
peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari denyut jantung maksimal dihitung
dengan (220-usia seseorang) x 0,7
Aktivitas
aerobik yang dipilih harus menggunakan kelompok otot besar dan harus kontinu,
berirama, dan dapat dinikmati. Contohnya termasuk berjalan, berenang,
bersepeda, dan berdansa.
e.
Sikap
Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan
intervensi pada individu yang mengalami imobilisasi adalah sikap perawat dan
klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari.
Sikap perawat tidak hanya memengaruhi komitmen untuk memasukkan latihan sebagai
komponen rutin sehari-hariyang berkelanjutan, tetapi juga integrasi aktif dari
latihan sebagai intervensi bagi lansia di berbagai lingkungan; komunitas, rumah
sakit, dan fasilitas jangka panjang. Demikian pula halnya sikap klien dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas latihan.
f.
Latihan
Rentang Gerak
Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan
keuntungan-keuntungan yang berbeda. Latihan aktif membantu mempertahankan
fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif.
Sebaliknya, gerakan pasif, yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang geraknya
oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.
g.
Mengatur
Posisi
Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan
darah balk vena. Jika seseorang diposisikan dengan tungkai tergantung,
pengumpulan dan penurunan tekanan darah balik vena akan terjadi. Posisi duduk
di kursi secara normal dengan tungkai tergantung secara potensial berbahaya
untuk seseorang yang beresiko mengalami pengembangan trombosis vena. Mengatur
posisi tungkai dengan ketergantungan minimal (misalnya meninggikan tungkai
diatas dudukan kaki) mencegah pengumpulan darah pada ekstremitas bawah.
3.
Pencegahan
tersier
Upaya-upaya rehabilitasi
untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin yang
terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang
ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman
J. Masalah
Keperawatan
1.
Gangguan
mobilitas fisik
2.
Gangguan
rasa nyaman nyeri
3.
Resiko
terhadap kerusakan integritas kulit
4.
Gangguan
perfusi jaringan perifer
5.
Kurang
perawatan diri
6.
Resiko
terhadap cidera
7.
Resiko
terjadi infeksi
8.
Konstipasi
K. Rencana
Perawatan
Rencana asuhan
keperawatan untuk imobilitas bertujuan untuk mempertahankan kemampuan dan
fungsi, serta mencegah gangguan yang terjadi.
Diagnosa
keperawatan ;
1.
Gangguan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi
sindrom dissue
Kriteria yang
diharapkan :
Klien mampertahankan kekuatan dan
ketahanan sistem muskuloskeletal dan fleksibilitas sendi-sendi
Intervensi
keperawatan :
a.
Observasi
tanda dan gejala penurunan mobilitas sendi, dan kehilangan
ketahanan
b.
Observasi
status respirasi dan fungsi jantung pasien
c.
Observasi
lingkungan terhadap bahaya-bahaya keamanan yang potensialUbah lingkungan untuk
menurunkan bahaya-bahaya keamanan
d.
Ajarkan
tentang tujuan dan pentingnya latihan
e.
Ajarkan penggunaan alat-alat bantu yang tepat
2.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan
menarik diri, regresi panik, ketidakmampuan mempercayai orang lain.
Kriteria yang diharapkan :
Jangka pendek :
Klien dapat menyatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari
dalam 1 minggu.
Jangka panjang :
Klien mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan
mendokumentasikan suatu keinginan untuk melakukannya.
Kriteria evaluasi :
a) Klien mampu makan sendiri tanpa bantuan.
b) Klien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian, merawat
dirinya tanpa bantuan.
c) Klien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan
mandi dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.
Intervensi :
1. Dukung klien untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai
tingkat kemampuan.
Rasional : Keberhasilan
menampilkan kemandirian dalam melakukan suatu aktivitas akan meningkatkan harga
diri klien.
2. Dukung kemandirian klien, tetapi berikan bantuan saat klien
tidak mampu melakukan kegiatan.
Rasional :
Kenyamanan dan keamanan klien merupakan
prioritas dalam keperawatan.
3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuan
mandiri.
Rasional : Penguatan positif akan meningkatkan harga diri
dan mendukung terjadinya pengalaman perilaku yang diharapkan.
4. Perhatikan klien secara
konkret, bagaimana melakukan kegiatan yang menurut klien sulit untuk
dilakukannya.
Rasional :
Karena berlaku pikiran konkret,
penjelasan harus diberikan sesuai dengan
tingkat pengertian yang nyata.
5. Jika klien tidak makan karena curiga dan takut diracuni
berikan makanan kaleng dan biarkan klien sendiri yang membuka kalengnya.
Rasional
: Klien akan melihat setiap
orang makan dari hidangan yang sama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar