SISTEM
SYARAF
BIOLISTRIK
Biolistrik
adalah listrik yang terdapat pada makhluk hidup, tegangan listrik pada tubuh
berbeda dengan listrik yang kita bayangkan seperti listrik di rumah tangga,
kelistrikan pada tubuh berkaitan dengan komposisi ion yang terdapat dapat dalam
tubuh, komposisi ion ekstra sel berbeda dengan komposisi ion intra sel.
Pada
ekstra sel lebih banyak ion Na dan Cl, sedangkan intra sel terdapat ion K dan
anion protein.
Dinding
sel mempunyai pintu – pintu ion yaitu celah – celah yang dapat terbuka atau
tertutup oleh pengaruh rangsng tertentu. Dalam keadaan istirahat tegangan listrik
didalam lebih rendah dari pada diluar sel sekitar 70 mVolt.
Bila
terjadi rangsang nyeri, maka reseptor nyeri berupa ujung – ujung syaraf tidak
bermielin terkena rangsang, pintu ion Na terbuka, ion Na masuk dengan cepat
sehingga terjadi perbedaan muatan luar dan dalam sel sangat kecil bahkan bisa
terbalik, artinya muatan dalam sel lebih positif yang selanjutnya terjadi
potensial reseptor / tegangan reseptor.hal ini merangsang terjadinya potensial
aksi di akson sel saraf. Potensial aksi ini menjalar sepanjang akson disebut
impuls. Sesampai di sambungan saraf dengan saraf ( sinap ) atau sambungan saraf
dengan otot ( neuromial junction ) terjadi proses terjadi proses penyeberangan
impuls dan diteruskan ke saraf berikut atau ke sel otot.
adi
jika nyeri yang merusak kulit akan diteruskan berupa impuls sampai ke otak
hingga kita merasa nyeri dan terjadilah refleks berupa rekasi otot yang
menghindari nyeri.
OTAK
Otak
dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum ) dan otak kecil ( serebelum ) . otak besar
terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis dan lobus
temporalis. Permukaan otak bergelumbang dan berlekuk-lekuk membentuk seperti
sebuah lekukan yang disebut girus.
Otak
besar merupakan pusat dari :
-
Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf kemudian menuju ke
pusat kontraksi otot
-
Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel saraf yang
selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks serebri.
-
Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak sebagian
lain di bagian medulla spinalis.
-
Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio retikularis bersama bagian
lain dari korteks serebri menjadi pusat kesadaran utama.
-
Fungsi luhur : pusat berfikir , berbicara berhitung dan lain – lain.
Pada
bagian anterior sulkus sentralis merupakan bagian motorik penggerak otot .
SEREBLUM
Otak
kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan kooardinasi gerakan.
Pada
daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar
hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri carotid
interna dan vertebral, lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang
dibentuk dari cabang-cabang arteri carotid interna, anterior dan arteri
serebral bagian tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri
pada sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika salah satu
aliran darah ateri mayor tersumbat.
CAIRAN SEREBROSPINAL
Merupakan
cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007. diproduksi
didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla spinalis melalui
sistem ventrikular. Cairan CSS diproduksi di pleksus koroid pada ventrikel
lateral ketiga dan keempat, secara organik dan non organik cairan CSS sama
dengan plasma tetapi mempunyai perbedaan konsenterasi. CSS mengandung protein,
glukosa dan klorida, serta immunoglobulin. Secara normal CSS hanya mengandung
sel darah putih yang sedikit dan tidak mengandung sel darah merah. Cairan CSS
didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.
MEDULA SPINALIS
-
Merupakan pusat refleks - refleks yang ada disana
-
Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
-
Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
-
Pusat pola geraka sederhana yang telah lama di pelajari contoh melangkah.
SARAF SOMATIK :
Merupakan
saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saaf motorik dari
pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan
saraf spinal.
SARAF SPINAL
Dari
medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
-
Saraf servikal 8 pasang
-
Saraf torakal 12 pasang
-
Saraf lumbal 5 pasang
-
Sara sacrum / sacral 5 pasang
-
Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf
spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk medula
spinalis melalui akar belakang dan serat motorik kaluar dari medula spinalis
melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal
Saraf-saraf
ini sebagian berkelompok membentuk pleksus ( anyaman ) dan terbentuklah
berbagai saraf ( nervus ) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik
daerah tungkai bawah. Daerah torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing –
masing lurus diantara tulang kosta( nervus inter kostalis ). Umumnya didalam
nervus ini juga berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke
pembuluh darah untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks
serebri sampai ke perifer terjadi penyebrangan ( kontra lateral ) yaitu yang
berada di kiri menyebrang ke kanan begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi
kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan anggota gerak yang
sebelah kanan.
SARAF OTONOM
System
saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru, serta alat
pencernaan. Sistim otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis.
Peningkatan
aktifitas simpatis memperlihatkan :
-
Kesiagaan meningkat
-
Denyut jantung meningkat
-
Pernafasan meningkat
-
Tonus otot – otot meningkat
-
Gerakan saluran cerna menurun
-
Metabolisme tubuh meningkat.
Semua
ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu tampak pada
manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olah raga, cemas dan lain – lain,
pada keadaan ini terjadi peningkatan peggunaan energi / katabolisme.
Peningkatan
aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
-
Kesiagaan menurun
-
Denyut jentung melambat
-
Pernafasan tenang
-
Tonus otot-otot menurun
-
Gerakan saluran cerna meningkat
-
Metabolisme tubuh menurun
Hal
ini terjadi penyimpanan energi ( anabolisme ) dan terlihat apabila individu
sedang istirahat.
Pusat
saraf simpatis berada di medulla spinalis bagian torakal dan lumbal, sedang
pusat parasimpatis berada dibagian medulla oblongata dan medulla spinalis
bagian sacral. Pusat – pusat ini masih dipengaruhi oleh pusat yang lebih tinggi
yaitu di hipotalamus sebagai pusat emosi.
Pemeriksaan
Syaraf Kranial
Pemeriksaan
saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan neurologis yang terdiri
dari : status mental, tingkat kesadaran, fungsi saraf kranial, fungsi motorik,
refleks, koordinasi dan gaya berjalan serta fungsi sensorik
Agar
pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan informasi yang diperlukan,
diusahakan kerjasama yang baik antara pemeriksa dan penderita selama
pemeriksaan. Penderita seringkali diminta kesediaannya untuk melakukan suatu
tindakan yang mungkin oleh penderita dianggap tidak masuk akal atau
menggelikan. Sebelum mulai diperiksa, kegelisahan penderita harus dihilangkan
dan penderita harus diberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan untuk
dapat menegakkan diagnosis.
Memberikan
penjelasan mengenai lamanya pemeriksaan, cara yang dilakukan dan nyeri yang
mungkin timbul dapat membantu memupuk kepercayaan penderita pada pemeriksa.
Suatu
anamnesis lengkap dan teliti ditambah dengan pemeriksaan fisik akan dapat
mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat beragam prosedur diagnostik
modern tetapi tidak ada yang dapat menggantikan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Saraf-saraf
kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui
lubang-lubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang saraf
kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf
tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis
(IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis
(VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII).
1) SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem
olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem
ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum
nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari
membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk
bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan
dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang
sama.
Sistem
olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai
korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya
nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa
mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi.
Serabut
utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial
forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan
olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus,
hipotalamus dan sistem limbik.
2) SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf
Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut
saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung
dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum.
Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh
sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian
inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut
dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma,
sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang.
Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir
di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan
penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum
lateralis.
Dari
sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian
posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam
perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas
melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada
kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri
berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
3) SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus
saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus
otonom).Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus
medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin
sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan
otot siliaris.
4) SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus
saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan
satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf
troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah,
kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
5) SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf
trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan
serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot
temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga
cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah
sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus.
Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian
anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6) SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus
saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula
oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi
otot rektus lateralis.
7) SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf
fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal
dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum
pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus
sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang
berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut
motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot
orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot
stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma.
Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
8) SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N.
VIII)
Saraf
vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen
yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut
untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di
pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan
kemudian menuju girus superior lobus temporalis.
Serabut-serabut
untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan
bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut
ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati
batang dan serebelum.
9) SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf
Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai
dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis
inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis
interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini
dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa
faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
10) SARAF VAGUS (N. X)
Saraf
vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan
ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen ugularis,
saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan
impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
11) SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf
asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson
dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus.
Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus
berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila
lengan diangkat ke atas.
12) SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus
saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah
dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus.
Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot
lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
A. Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf
ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat
tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami
cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit
yang mengenai bagian basal lobus frontalis.
Untuk
menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi,
tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut
di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang
lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk
memberitahu saat mulai tercium baunya bahan tersebut dan kalau mungkin
mengidentifikasikan bahan yang dicium baunya.
B. Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan
meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual
field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
Pemeriksaan
penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan
sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
Kartu
Snellen
Pada
pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika
tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan
cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca
dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
Jari
tangan
Normal
jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2
meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
Gerakan
tangan
Normal
gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1
meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.
Pemeriksaan
Penglihatan Perifer
Pemeriksaan
penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan
lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis. Penglihatan
perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.
Tes
Konfrontasi
Jarak
antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
Objek
yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
Objek
yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang
pandang kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain
dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan
tidak boleh melirik kearah objek tersebut.Syarat pemeriksaan lapang pandang
pemeriksa harus normal.
Perimetri
/ kompimetri
Lebih
teliti dari tes konfrontasi. Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk
gambar di sebuah kartu.
Refleks
Pupil
Saraf
aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf
occulomotorius.
Terdapat
dua macam refleks pupil.
Respon
cahaya langsung
Pakailah
senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada
cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya
terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi
lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.Respon cahaya
konsensual, Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil
lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
Pemeriksaan
fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan
alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan
kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus.
Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya
adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus.
Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
Tes
warna
Untuk
mengetahui adanya polineuropati pada nervus optikus.
C. Saraf Okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan
meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1.
Ptosis
Pada
keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas
akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila
salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain,
atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi)
secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
2.
Gerakan bola mata.
Pasien
diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial,
atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan
dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada
keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke
satu sisi.
3.
Pupil
Pemeriksaan
pupil meliputi bentuk dan ukuran pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri (
pupil sebesar diameter 1mm, perbedaan masih dianggap normal ), refleks pupil.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan :
-
Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
-
Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
-
Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila
seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot
rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut
konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan
mengecil (otot siliaris berkontraksi).
D. Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan
meliputi :
1.
Gerak mata ke lateral bawah
2.
Strabismus konvergen
3.
Diplopia
E. Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan
meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
1.
Sensibilitas
Ada
tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan
pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan
sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang
baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada
kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri
akan menyebabkan tusukan terasa tumpul.
Daerah
yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di
lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga
dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga
lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala.
Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai
dermatom C2.
Temperatur
tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya
sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap
menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru
dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan
sentuhan kapas pada kulitnya.
2.
Motorik
Pemeriksaan
dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter.
Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya
kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya
(otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa
berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang
berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
3.
Refleks
Pemeriksaan
refleks meliputi refleks kornea langsung dan tidak langsung. Pada pemeriksaan
langsung pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain
kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan
atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada
mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut
kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip)
berasal dari N.VII.
Pada
pemeriksaan tidak langsung (konsensual), sentuhan kapas pada kornea atas akan
menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan
pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya
konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
Adapula
untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut
secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan
pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif
yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut
ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan
cepat.
F. Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan
meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda
tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul
letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
G. Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan
saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot)
saat pasien diam diperhatikan asimetri wajah. Kelumpuhan nervus VIII dapat
menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta
lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah
masih tampak simetrik. Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing,
kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya ), Ekspresi muka (sedih,
gembira, takut, seperti topeng)
Tes
kekuatan otot wajah
1.
Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2.
Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba
membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
3.
Memperlihatkan gigi (asimetri)
4.
Bersiul dan memoncongkan mulut (asimetri / deviasi ujung bibir)
5.
Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
H. Saraf Vestibulo kokhlearis (N.
VIII)
Ada
dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi
vestibuler.
1)
Pemeriksaan pendengaran.
Inspeksi
meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau
obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau
perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari,
detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf
dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tesWeber. PadaTesRinne, Garpu tala
dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus,
dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala
tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan normal masih
terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih mendengar
pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif. Pada Webber
Garpu tala 512 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi
akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke
telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga
yang abnormal.
2)
PemeriksaanFungsiVestibuler.
Pemeriksaan
fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan
mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes
untuk postural nistagmus.
I. Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan
Saraf Vagus (N. X)
Pemeriksaan
N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan
bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom),
kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh
membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat
pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “aaaa” jika uvula terletak
ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral
perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang
lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik
dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada
setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia
merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan.
Dalam
keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika
konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan
nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara
serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes
juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
J. Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan
saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian
rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah,
kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan
pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.
K. Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan
saraf Hipoglosus dengan cara inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut,
tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan
tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pasien
diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena)
jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.
Lesi
UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil.
Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan
pseudobulbar.
KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN
GANGGUAN PADA NERVUS CRANIALIS :
1) Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan
pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan
penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun
bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya
gangguan penciuman.
Proses
penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus
bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn mencapai pusat
penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman akan
mengakibatkan anosmia.
Penyakit
mukosa olfaktorius brochitis dan tumor nasal
Sembuhnya
rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana
mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang seterusnya.
Destruksi
filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
Destruksi
bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”, biasanya
disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau
bilalteral mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio
orbital. Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput
otak didekatnya.
Tumor
garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus
olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia,
sindrom Foster Kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma
hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
Penyakit
yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau
ekstrinsik).Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang
sebaliknya, dia mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena
kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan
menjadi hilang.
2) Saraf Optikus (N.II)
Kelainan
pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan
penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang.
Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan
penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri
atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus,
radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat
berakhir dengan kebutaan.
Orang
yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah
anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta
semacam itu dinamakan hemiopropia. Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat
disebabkan oleh :
Trauma
Kepala
Tumor
serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
Kelainan
pembuluh darah
Infeksi.
3) Saraf Okulomotorius (N.III).
Kelainan
berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak
ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan
fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil
akan berubah. N. III juga menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata,
sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis).
Kelumpuhan
okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
1.
Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya
perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf
fasialis.
2.
Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya
perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
3.
Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika
seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di
perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus
okulomotorius.
Penyebab
kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri,
meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti
pada arteritis dan diabetes.
4) Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan
berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak
kebawah dan kemedial. Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata
yang sakit lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah
dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali
paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering
disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5) Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan
pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke
lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan
tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata
yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus
inferior.
Jika
ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat
lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta
tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral
dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering
dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis,
perdarahan dan tumor.
Penyebab
yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis,
sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau
arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.
6) Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan
yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada
bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal
pada wajah sebagai tanda-tanda dini.
Gangguan
nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic
douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf
maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan
bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh
darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks
saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan
berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus,
yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat
pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7) Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan
yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain :
-
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
-
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis
kronik.
-
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma
Rumsay hunt, dan otitis media.
Penyebab
kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab hilangnya rasa kecap
unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang
meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan
nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata
tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di
bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).
Kelumpuhan
fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak
berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun,
bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak
bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata
bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
8) Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan
pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo).
Kelainan
yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain gangguan
pendengaran, berupa :
1.
Tuli saraf
Dapat
disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misalnya pada
presbiakusis atau disebabkan Trauma, misal pada fraktur pars petrosa os
temporalis, toksisitas misalnya oleh aspirin, streptomisin atau alkohol,
infeksi misal, sindrom rubella kongenital dan sifilis kongenital.
2.
Tuli konduktif
Dapat
disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.Gangguan
Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler
Pada
labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan,
intoksikasi streptomisin.Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf
ditambah neuronitis vestibularis.Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor
serebelum atau tumor ventrikel IV demielinisasi.Pada lobus temporalis meliputi
epilepsi dan iskemia.
9) Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan
Saraf Vagus (N. X)
Gangguan
pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan
hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan
refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory
distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan
nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan
lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa
masuk ke trachea langsung ke paru-paru.
Kelainan
yang dapat menjadi penyebab antara lain : Lesi batang otak (Lesi N IX dan N.
X), syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata), pasca operasi
trepansi serebelum, pasca operasi di daerah kranioservikal.
10) Saraf Asesorius (N. XI)
Gangguan
N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta
kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral.
Kelainan
pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia
akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus
terganggu.
11) Syaraf Hypoglosus ( N. XII )
Kelainan
syaraf ini menyebabkan defisiasi miring kearah yang lemah dari bagian lidah,
kelainan syaraf ini juga menunjukkan terjadinya disphagia atau kelainan
menelan.
AKTIFITAS
REFLEKS :
Pemeriksaan
aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala
untuk peringkat refleks yaitu :
0
= Tidak ada respon
1
= Hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2
= Normal ( ++ )
3
= Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap
abnormal
( +++ )
4
= Hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
Refleks-refleks
yang diperiksa adalah :
1.
Refleks patella
Pasien
berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300.
Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan
refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi
dari lutut.
2.
Refleks biceps
Lengan
difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang
pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m.
biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal
jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3.
Refleks triceps
Lengan
ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks
hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon
yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai
otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4.
Refleks achilles
Posisi
kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang
diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon
achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar
fleksi kaki.
5.
Refleks abdominal
Dilakukan
dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti
itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6.
Refleks Babinski
Merupakan
refleks yang paling penting. Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi
dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua
jari kaki.
PEMERIKSAAN KHUSUS SISTEM
PERSARAFAN
Untuk
mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
1.
Kaku kuduk
Bila
leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel
pada dada ---- kaku kuduk positif (+).
2.
Tanda Brudzinski I
Letakkan
satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk
mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara
pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi
panggul dan sendi lutut.
3.
Tanda Brudzinski II
Tanda
Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4.
Tanda Kernig
Fleksi
tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi
lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kernig
+ bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
5.
Test Laseque
Fleksi
sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m.
ischiadicus.
Mengkaji
abnormal postur dengan mengobservasi :
Decorticate
posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua
lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari
fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
Decerebrate
posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
Leher
ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan menutup
kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.
TEST DIAGNOSTIK
Lima
Prosedur diagnostik yang lazim dilakukan yaitu Lumbal Pungsi, Angiografi,
Elekto Encephalografi, Elektromiografi, Computerized Axial Tomografi Scan (CT
Scan) Otak
A.Lumbal
Pungsi
1.Pengertian
Adalah
suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui pungsi pada daerah lumbal
2.Tujuan
Mengambil
cauran cerebrospinaluntuk kepentingan pemeriksaan/diagnostik maupun kepentingan
therapi
3.Indikasi
a.
Untuk diagnostik
-
Kecurigaan meningitis
-
Kecurigaan perdarahan sub arachnoid
-
Pemberian media kontras pada pemeriksaan myelografi
-
Evaluasi hasil pengobatan
b.
Untuk Therapi
-
Pemberian obat anti neoplastik atau anti mikroba intra tekal
-
Pemberian anesthesi spinal
-
Mengurangi atau menurunkan tekanan CSF
4.
Persiapan
a.
Persiapan pasien
-
Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal pungsi meliputi
tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi yang akan dialami dan
hal-hal yang mungkin terjadi berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi
hal-hal tersebut
-
Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir kesediaan
dilakukan tindakan lumbal pungsi.
-
Meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan
b.
Persiapan Alat
-
Bak streil berisi jarum lumbal, spuit dan jarum, sarung tangan, kassa dan lidi
kapas, botol kecil (bila akan dilakukan pemeriksaan bakteriologis), dan duk
bolong.
-
Tabung reaksi tiga buah
-
Bengkok
-
Pengalas
-
Desinfektan (jodium dan alkohol) pada tempatnya
-
Plester dan gunting
-
Manometer
-
Lidokain/Xilocain
-
Masker. Gaun, tutup kepala
5.
Prosedur Pelaksanaan
a.
Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir tempat tidur.
Lutut pada posisi fleksi menempel pada abdomen, leher fleksi kedepan dagunya
menepel pada dada (posisi knee chest)
b.
Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral dibawah L2 dapat
digunakan pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista
iliaca berada dibidang prosessus spinosus L4). Beri tanda pada celah
interspinosus yang telah ditentukan.
c.
Dokter mengenakan masker, tutup kepala, pakai sarung tangan dan gaun steril.
d.
Desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk lapangan steril dengan
duk penutup.
e.
Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan lebih dapam
hingga ligamen longitudinal dan periosteum
f.
Tusukkan jarum spinal dengan stilet didalamnya kedalam jaringan subkutis. Jarum
harus memasuki rongga interspinosus tegak lurus terhadap aksis panjang
vertebra.
g.
Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan perlahan-lahan, sampai terasa
lepas. Ini pertanda ligamentum flavum telah ditembus. Lepaskan stilet untuk
memeriksa aliran cairan serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan CSF putar
jarumnya karena ujung jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap tidak keluar.
Masukkan lagi stiletnya dan tusukka jarum lebih dalam. Cabut stiletnya pada
interval sekitar 2 mm dan periksa untuk aliran cairan CSF. Ulangi cara ini
sampai keluar cairan.
h.
Bila akan mengetahui tekananCSF, hubungkan jarum lumbal dengan manometer
pemantau tekanan, normalnya 60 – 180 mmHg dengan posisi pasien berrbaring
lateral recumbent. Sebelum mengukur tekanan, tungkai dan kepala pasien harus
diluruskan. Bantu pasien meluruskan kakinya perlahan-lahan.
i.
Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal, hindarkan mengedan.
j.
Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat atau tidak, petugas dapat
melakukan test queckenstedt dengan cara mengoklusi salah satu vena jugularis
selama I\10 detik. Bila terdapat obstruksi medulla spinalis maka tekanan
tersebut tidak naik tetapi apabila tidak terdapat obstruksi pada medulla
spinalis maka setelah 10 menit vena jugularis ditekan, tekanan tersebut akan
naik dan turun dalam waktu 30 detik.
k.
Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. Masukkan cairan tesbut dalam 3 tabung
steril dan yang sudah berisi reagen, setiap tabung diisi 1 ml cairan CSF.
Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan hitung jenis dan hitung sel, biakan dan
pewarnaan gram, protein dan glukosa. Untuk pemeriksaan none-apelt prinsipnya
adalah globulin mengendap dalam waktu 0,5 jam pada larutan asam sulfat. Cara
pemeriksaanya adalah kedalam tabung reaksi masukkan reagen 0,7 ml dengan
menggunakan pipet, kemudian masukkan cairan CSF 0,5 . diamkan selama 2 – 3
menit perhatikan apakah terbentuk endapan putih.
Cara
penilainnya adalah sebagai berikut:
(
- ) Cincin putih tidak dijumpai
(
+ ) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam dan bila
dikocok tetap putih
(
++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi opolecement
(berkabut)
(
+++ ) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh
(++++)
Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi sangat keruh
Untuk
test pandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan globulin dan
albumin, prinsipnya adalah protein mengendap pada larutan jenuh fenol dalam
air. cAranya adalah isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen pandi
kemudian teteskan 1 tetes cairan CSF, perhatikan reaksi yang terjadi apakah ada
kekeruhan.
l.
Bila lumbal pungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liquor pada pasien
dengan hydrocepalus berat maka maksimal cairan dikeluarkan adalah 100 cc.
m.
Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan kembali stilet
jarum lumbal kemudian lepaskan jarumnya. Pasang balutan pada bekas tusukan.
6.
Setelah Prosedur
a.
Klien tidur terletang tanpa bantal selama 2 – 4 jam
b.
Observasi tempat pungsi terhadap kemungkinan pengeluaran cairan CSF
c.
Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala, anjurkan tekhnik
relaksasi, bila perlu pemberian analgetik dan tidur sampai sakit kepala hilang.
7.
Komplikasi
a.
Herniasi Tonsiler
b.
Meningitis dan empiema epidural atau sub dural
c.
Sakit pinggang
d.
Infeksi
e.
Kista epidermoid intraspinal
f.
Kerusakan diskus intervertebralis
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar